"Haruskah
aku masuk ke rumah mengerikan itu?" Batin Hisyam dalam hati. Dirinya
bersandar di batang pohon cemara yang membelekangi rumah besar yang hanya
berjarak 10 meter darinya. Cahaya Bulan Purnama terlihat memancar menerangi segala
kehidupan di bawahnya, namun hanya rumah di depan Hisyam saja yang seakan
menolak pancaran cahaya bulan. Rumah itu gelap karena sudah lama tidak
berpenghuni. Cat nya sudah banyak yang lapuk. Gentingnya terlihat banyak yang
berlubang seperti baru diserbu oleh senapan mesin. Disana - sini banyak sekali
sarang laba - laba. Dari gambaran sekilas, memberikan kesan angker pada rumah
itu. Entah siapa pemilik dulunya, Hisyam tidak tahu karena semenjak 3 tahun
yang lalu saat menginjakkan kakinya pertama kali ke kampung ini dari
kepindahannya dari kota akibat kepentingan dinas ayahnya, dia sudah mendapati
rumah itu sudah kosong.
Wajahnya berubah
kesal saat memikirkan betapa tega kedua sahabatnya melakukan hal ini kepada
dirinya. Siang tadi, saat istirahat ke-dua, tepatnya di kantin sekolah, Banu
dan Badrun, kedua sahabatnya mengajak Hisyam untuk menceritakan suatu hal yang
mungkin dirahasikan dalam dirinya dan orang lain tak perlu dan tak boleh untuk
tahu. Kedua sahabatnya mendesak Hisyam untuk menceritakan suatu rahasia yang
mungkin dimilikinya, dengan tujuan mungkin kedua sahabatnya bisa membantu
memecahkan masalah itu. Berdasarkan hubungan persahabatan yang sudah terjalin
selama tiga tahun, dengan mudahnya Hisyam bercerita bahwa dia sebenarnya
menyukai seorang gadis bernama Lusi.
Lusi adalah
seorang gadis yang agak sedikit tomboy. Meski dia mempunyai sedikit sifat tomboy,
namun fisiknya tak mendukung untuk memberikan kesan seperti itu. Penampilannya
sangat feminim dan terkesan imut. Ketika orang mengajaknya untuk berbicara
pertama kali, mungkin sebagian akan kaget dengan kesan manis fisiknya dan sifat
tomboy-nya dalam bertutur kata seakan bertolak belakang dengan kesannya yang
imut. Hisyam, layaknya seperti orang yang memberikan ceramah, menjabarkan
sejelas - jelasnya bahwa dirinya menyukai Lisa saat kepindahannya pertama kali
di SMA Manise. Ketika masuk pertama kali di SMA Manise melewati pintu gerbang
dengan orang tuanya untuk mendaftar, di pos satpam saat itulah dia melihat Lusi
beradu mulut dengan satpam. Dia melihat Lusi berhasil menundukkan sang satpam untuk
memberikan-nya izin masuk ke area sekolahan, karena saat itu Lusi sudah
terlambat satu jam, dan peraturan menetapkan siapapun yang terlambat, tidak
diperbolehkan masuk. Ketika Lusi keluar dari pos satpam dan berlari menuju ke
kelasnya, dia berpapasan dengan Hisyam. Mereka saling pandang namun Hisyam
langsung menunduk tak mampu berlama - lama memandangi wajah Lusi seperti orang
yang terkena sembelit. Hisyam dari kejauhan saat itu, melihat Lusi terus
berlari dan melompati pagar untuk mencari jalan pintas menuju ke kelasnya dan
masuk melalui jendela kelas.
Setelah
meceritakan kesan pertamanya terhadap Lusi, Hisyam lalu melanjutkan bahwa
dirinya selalu mengikuti berbagai kegiatan eskul yang juga diikuti oleh Lusi.
Seperti halnya beladiri, memang Hisyam tidak bisa berbuat banyak dalam hal bela
diri, namun dia senang bila hanya bisa melihat Lusi menghajar seseorang. Meski
akhirnya dirinya sendiri yang dijadikan bahan latihan oleh senior - seniornya.
Selain itu dia juga mengikuti kegiatan paskibra, dan meski tak pernah lolos
seleksi untuk mengibarkan bendera saat kegiatan rutin upacara karena
ketolollannya dalam baris - berbaris, tapi dia senang melihat Lusi menjadi
pimpinan ketua paskibra yang selalu memberikan arahan dan komando. Hisyam
beralasan mengikuti semua kegiatan eskul yang juga diikuti oleh Lusi tak lain
karena dirinya tak pernah satu kelas dengan Lusi selama 3 tahun ini mulai dari
kelas 1 sampai kelas 3 meski satu jurusan di bidang IPS. Selain itu dia juga
punya banyak koleksi foto Lusi di laptopnya karena dia selalu menyimpan semua
album yang terdapat di facebook Lusi secara diam - diam.
Mendengar cerita
rahasia Hisyam kedua sahabatnya langsung tertawa sekencang - kencangnya. Hisyam
hanya bermuka kecut menanggapi reaksi kedua sahabatnya itu. Dan hal tak terduga
dilakukan kedua sahabatnya bahwa mereka akan menceritakan semuanya itu kepada
Lusi. Begitu terkejutnya Hisyam mendengar itu dan seperti anak kecil yang
merengek - rengek meminta agar kedua sahabatnya tidak melakukan hal itu. Hisyam
akan merasa dirinya menjadi orang paling bodoh dan tolol jika kedua sahabatnya
menceritakan hal memalukan itu kepada Lusi. Disaat itu juga, kedua sahabatnya
mengajukan sebuah syarat bilamana Hisyam tidak ingin kedua sahabatnya
menceritakan kisah menggelikan dirinya kepada Lusi. Yakni Hisyam harus masuk ke
rumah angker di kampung malam ini dan memotret dirinya di dalam ruangan rumah
itu dan diupload ke facebook sebagai tanda bukti. Hisyam menerima syarat itu.
"Sialan,
mereka berdua mengerjai aku. Sahabat macam apa mereka itu," ketus Hisyam
dalam hati sambil pergelangan tangan kanannya mengacak - acak rambut. Sudah
hampir satu jam lamanya namun Hisyam masih saja berdiri dan mengumpat sendiri
dan tak memberi tanda melangkah untuk memasuki rumah menyeramkan itu.
Sejak
kedatangannya di kampung ini, rumor rumah kosong yang menurut warga sudah
ditinggalkan pemiliknya 5 tahun yang lalu itu angker. Dari mulut ke mulut, terutama anak
muda, banyak yang menceritakan bahwa rumah itu berhantu. Ada yang pernah
melihat kuntilanak, genderuwo, tuyul dan mahkluk halus lain sebagainya. Dan sialnya
, Hisyam harus memasukinya.
"Peduli
setan" , desahnya dengan memberanikan diri, dia mulai berlari ke arah
pintu masuk rumah kosong itu.
Kriieeettt....suara
mengerikan seperti orang menjerit terdengar saat Hisyam membuka pintu utama
rumah tersebut sambil menelan ludah. Yang dia dapati hanyalah kegelapan di
dalam ruangan rumah tersebut hingga akhirnya dia menghidupkan ponselnya untuk
memberikan penerangan. Namun sesosok dua mata muncul dari arah atas, kedua mata
itu bersinar dan mendadak turun ke bawah dengan cepatnya dan mengarah ke arah
Hisyam dalam gelapnya ruangan.
"Tidak,
tidak, tidak aku mohon jangan munculll sekarang dedemit apapun itu," ucap
Hisyam dengan gemetar dan ekspresi tegang. Nafasnya kemudian terasa berat dan
jantungnya semakin berdetak kencang saat sesosok dua mata bersinar itu semakin
dekat ke dirinya.
"Meeoooonggg,
begitulah seekor kucing muncul mendadak dari kegelapan dan menghampiri Hisyam
karena tertarik dengan temaram cahaya layar ponsel miliknya. Setelah sejenak
memandangi Hisyam yang seperti orang bodoh ketakutan tanpa sebab, kucing itu
lalu berjalan dengan santainya meninggalkan Hisyam seperti binatang yang tidak
mempunyai dosa apapun.
"Huh,
sialan, mengagetkan saja," ucap Hisyam jengkel. Setelah mengelap peluh
keringat di dahinya, Hisyam melanjutkan masuk ke dalam rumah kosong itu. Tepat
di ruang tamu yang tanpa perabotan dan hanya ruangan lusuh penuh sarang laba -
laba, Hisyam mencoba mencari lokasi yang cocok untuk mengambil gambar dirinya.
Hisyam memilih ruang tamu karena dirinya tak mau lagi masuk terlalu dalam dan
ingin cepat - cepat mengakhiri ini semua. Setelah sedikit berputar - putar
akhirnya dia menemukan tempat yang cocok yakni berdiri di antara sebuah pintu
pembatas yang menghubungkan ruang tamu dengan ruang keluarga meski Hisyam tak
yakin dibelakang dirinya berdiri adalah
ruangan keluarga karena gelap gulita. Tak perlu waktu lama Hisyam langsung
mengarahkan kamera ponselnya ke arah dirinya . Blitz..lampu flash ponselnya
menyala dan kemudian Hisyam langsung melihat hasilnya di ponsel dalam
genggamannya.
"HHHuuaaahhhh...Tiiddaakkk...,"
Jerit histeris Hisyam dengan kerasnya layaknya seorang vokalis group band metal
yang sedang mengadakan konser hallowen ketika mendapati di layar HP nya
terdapat penampakan seorang wanita yang kepalanya tertutup kain putih berdiri
persis dibelakangnya. Saking paniknya dengan berteriak - teriak Hisyam malah
berlari ke arah ruangan keluarga yang lebih gelap dan menjatuhkan ponselnya
hingga terdengar suara Dueeenngg yang sangat keras dan tubuh yang terjatuh.
Penglihatan
Hisyam setelah menabrak sesuatu seperti logam atau alumunium di kepalanya
menjadi sedikit kabur akibat benturan yang hebat. Dalam kondisi terjatuh tangan
Hisyam meraba - raba di sekitar dan menemukan sebuah wajan yang ditabraknya
tadi hingga terjatuh. Ternyata ruangan di balik ruangan tamu adalah sebuah
dapur yang awalnya Hisyam kira adalah ruangan keluarga dan wajan sialan ini
pasti ditinggalkan pemilik terdahulu mugkin karena pembawa sial seperti membuat
orang terbentur di kegelapan.
Dari kejauhan
Hisyam mendengar suara langkah kaki mendekati dirinya. Di situasi yang gelap
dan kehilangan ponselnya yang entah jatuh dimana, dirinya sulit mengetahui
langkah siapa itu sampai ada samar - samar warna putih diiringi langkah kaki
itu mendekatinya. "Tiddaakk,"" batinnya ketakutan memikirkan
bahwa kuntilanak itu mendekatinya. Namun mendadak ada sebuah cahaya yang
menerangi mukanya, sosok wanita berpakaian serba putih didepannya yang memegang
senter yang diarahkan ke mukanya mendadak berjongkok dan berkata ," kamu
tidak apa - apa?"
Mendengar
pertanyaan itu dengan curiga Hisyam langsung mengambil senter yang dipegang
cewek didepannya dan mengarahkan sinar senter berbalik ke arah muka cewek itu
dan dengan cepat tangan satunya Hisyam membuka tirai kain putih transparan yang
menutupi wajah cewek tersebut.
"Lusi???!"
Tepat pukul
sembilan malam. Bulan purnama semakin mengangkasa di langit malam. Cahayanya
semakin benderang, menerangi dua orang yang sedang duduk di balkon lantai dua
rumah kosong itu yakni Hisyam dan Lusi.
"Jadi Banu
dan Badrun yang menyuruhmu menakutiku di rumah kosong ini?" Tanya Hisyam
sambil memandangi wajah Lusi, namun langsung mengalihkan pandangan saat Lusi
bergerak menatapnya.
"Yah,
benar. Mereka berdua juga sahabatku. Semenjak SD kita bertiga sudah saling
kenal dan menjadi sahabat baik. Hanya saat SMP saja kita berbeda sekolahan dan
tak menyangka bakal bertemu lagi di SMA yang sama dengan mereka." Jawab
Lusi dengan pandangan tajam ke arah Hisyam.
"E...kalau
boleh tahu apa yang mereka katakan sehingga kamu mau menakutiku malam - malam
di rumah kosong ini?" Tanya Hisyam tanpa berani memandang ke arah Lusi.
"Yah,
mereka menceritakan segalanya mengani rasa sukamu kepadaku, segalanya, aku
sudah tahu"
"Hah!!"
Hanya itu yang keluar dari mulut Hisyam sambil dengan cepatnya mengarahkan
pandangan ke arah Lusi sehingga mereka berdua bertemu pandang, namun Hisyam
langsung kembali memalingkan muka tak berani memandang Lusi dan wajahnya
memerah.
"Aku tahu
kamu saat para senior menjadikanmu sasak tinju saat latihan beladiri. Aku tahu
kamu selalu dimarahin petugas pada saat latihan paskibra karena kulihat kamu
sepertinya tidak berbakat baris - berbaris. Tapi aku tak menyangka semua itu
kamu lakukan hanya demi untuk memandangku saja, " Kata Lusi. Namun Hisyam
tidak bereaksi apa - apa terhadap kata - katanya itu. Dia hanya diam dan
bingung. 1 menit, 2 menit, 5 menit berlangsung dan Hisyam hanya berdiam.
"Berarti
ini pertama kalinya kita berbicara bukan?" Tanya Lusi.
"Eh,...mungkin
iya.." Jawab Hisyam.
"Kenapa kau
tidak mengajakku berbicara ketika saat berada di kegiatan beladiri maupun di
kegiatan paskibra?" Kenapa kamu bisa tahan bungkam selama 3 tahun?"
"Karena aku
takut..."
"Takut akan
apa...?" Tanya Lusi yang semakin penasaran.
"Karena aku
penakut dan pengecut." Hanya itu penjelasan yang bisa keluar dari mulut
Hisyam tanpa memandang Lusi sedikitpun. Mendengar itu Lusi menghela nafas,
sejenak dia diam dan akhirnya berkata dengan tegas,"
"Aku ingin
mendengar kamu menembakku sekarang juga Hisyam!"
"Haa???"
Hanya ucapan itu yang keluar dari mulut Hisyam.
"Apa
perkataanku kurang jelas?" Tukas Lusi dengan tajam memandang Hisyam.
"Ah..tidak, aku menegerti maksudmu, tapi..."
"Tapi
apa???"
"Aku
menyukaimu Lusi. Aku menyukaimu sejak pertama kali aku melihatmu. Aku
menyukaimu karena sifatmu yang tomboy, perawakanmu yang imut, sesuatu yang
bertolak belakang tentang dirimu itu yang membuat ku menyukaimu. Jadi, apa kamu
mau menjadii..e... cewek..pacarkku? " Kata Hisyam dengan memberanikan diri
memandang Lusi."
Namun Lusi
langsung memalingkan muka dari Hisyam. Hisyam pun merasa aneh dengan respon
Lusi. Dia mulai berfikir apakah perkataannya salah barusan?" Namun tak lama
kondisi sekarang berbalik, tanpa memandang Hisyam, Lusi berkata " Maaf,
aku sudah punya pacar Hisyam. Pacarku
seorang mahasiswa, dia kuliah di luar kota. Sebelum dia kuliah kami memang
berpacaran satu tahun saat dia kelas tiga dan aku kelas 2, kami berbeda
sekolahan. Dihatiku sudah terukir cinta dari orang lain. Apa kau sedih
mendengarnya Hisyam?"
"Jelas,
tanpa kau tanya pun aku sudah sakit hati." jawab Hisyam dan kini kembali
menundukkan pandangannya.
"Kau bisa
menerimanya Hisyam?"
"Yah, tentu
saja."
"Bagus
kalau begitu, dengan menerima jawabanku berarti kau bukanlah seorang pengecut.
Kau adalah seorang lelaki," Kata Lusi. Mulai saat ini maukah kau
menyukaiku sebagai sahabat Hisyam?"
"Haaa..?"
Jawaban seperti ini terulang lagi untuk kesekian kalinya.
"Ah, maap,
" tambah Hisyam. " Siapa yang mau menolak menjadikanmu sahabat
Lusi," kata Hisyam dengan seulas senyum karena kesedihannya sedikit
terobati akibat Lusi mau menjadi sahabatnya. Namun pertanyaan dibenakknya
muncul dan tak kuasa untuk menanyakannya kepada Lusi. "Tapi mengapa kau
ingin aku menjadi sahabatmu?" Lusi langsung memandangi Hisyam dan berkata:
" Bila Banu
dan Badrun adalah sahabatmu maka berarti kamu adalah sahabatku juga, titik,
" Jawab Lusi dengan pandangan tajam ke arah Hisyam. " Kau tahu kenapa
Badrun dan Banu memaksaku untuk menakutimu dan mengajakmu bicara denganmu
disini selain karena terkuaknya rahasiamu karena menyukaiku itu? " Mereka
berdua, sebagai sahabatmu tak ingin kamu mempunyai perasaan terpendam seperti
ini. Menjadi pengecut yang tak bisa mengutarakan perasaannya. Memendam perasaan
dan dibawa hingga ajal menanti. Mereka berdua sebagai sahabatmu ingin kau
berubah menjadi lelaki. Dan malam ini, kamu Hisyam sudah belajar untuk
melakukannya dan karena Badrun dan Banu adalah sahabatku jadi aku mau
membantunya demi sahabat mereka meski perasaanmu terluka tetapi ini demi
kebaikanmu. Terluka sesaat lebih baik daripada terluka dibawa terpendam untuk
selamanya. Kau harus ingat itu."
"Yah, aku
mengerti sekarang. Kupikir awalnya mereka mempermainkanku. Ternyata mereka
melakukan sesuatu untuk membantu masalah yang kuhadapi. Dan beruntung, kau
adalah juga sahabat mereka Lusi," Kata Hisyam dengan ekspresi wajah yang
lebih cerah. "Kurasa besok aku harus mentraktir mereka berdua di kantin
sebagai tanda terima kasih."
"Hmmm, aku
tersinggung, kau melupakanku Hisyam, kata Lusi sambil melipat tangan di dada
dan menghela nafas."
"Ah, iya,
ada baiknya kita berempat makan di kantin besok, hehehe"
Kemudian Lisa
menyunggingkan sebuah senyuman untuk pertama kalinya sejak mereka berada di
balkon. Lisa meraih tangan Hisyam dan menggenggamnya sambil berkata "
Setidaknya, terima kasih sudah menjadi pengagum dan pemuja rahasiaku."
7 comments:
veitata bahasanya sangat ok punya. ancung jempol !
maaf ada salah ketik karena husruf chaptanya yang susah terbaca. Bahasa dan kosa katanya sangat baik sekali.
Hehehe sampai salah ketik segala bang. Oke, makasih banyak acungan jempolnya dan sudah mau mampir dan baca2 :)
waahh,,uda yang ketujuh aja ni,
makin menarik ceritanya...
:D
Makasih Imaaa :D Untuk yang ke-8, 9, 10 dan seterusnya menyusul yawh :P
Salam kenal, siap untuk dibukukan nih.
Raja Blangkon @ Makasih ya agan Blangkon. Iya, mohon doanya :)
Post a Comment